Semakin minimnya peran dan fungsi organisasi (baca: organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan) dalam merespon persoalan kebangsaan, memiliki andil besar terhadap lesunya gairah berorganisasi. Padahal, bukan saja akan berefek langsung bagi keberlangsungan sebuah organisasi itu sendiri. Lebih dari itu, jika hal demikian tetap tidak disadari dan disikapi, maka satu persatu aset utama bangsa ini akan jatuh. Dan pada gilirannya mimpi tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia hanya akan tetap menjadi sekedar pelajaran
Tentang Organisasi dan Kepemimpinan
Organisasi yang saya pahami adalah
merupakan sebuah perkumpulan yang di dalamnya berisi orang-orang yang
memiliki tekad dan semangat, mempunyai prinsip perjuangan yang sama dan
bisa bekerja sama untuk saling melengkapi satu dengan yang lainnya
dengan mengedepankan prinsip saling mempercayai satu dengan yang
lainnya. Karena demikian, maka sebuah organisasi akan bisa menjaga
eksistensinya di satu sisi dan di sisi lain bahkan punya kesempatan dan
peluang untuk bertranformasi baik secara ide, gagasan dan sebagainya
pada setiap proses sosial yang terjadi.
Untuk mencapai tujuan
organisasi-berorganisasi sebagaimana tersebut maka sekurang-kurangnya
ada 3 (Tiga) hal yang harus dipenuhi sebagai syarat suksesnya, yaitu:
- Loyalitas
Adalah seseorang yang memiliki kesetiaan.
Dalam konteks organisasi, loyalitas berarti (selalu) mampu menjaga nama
baik organisasi. Loyalitaslah pada gilirannya akan mengantarkan diri
kita atau siapa saja pada titik bangga terhadap apa yang dimiliki.
- Dedikasi
Pengabdian yang tulus bagi seorang
organisatoris adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar dalam kerangka
sukses berorganisasi. Artinya, dedikasi adalah soal pengorbanan tenaga,
pikiran dan waktu demi sebuah keberhasilan. Sehingga seorang yang
berdedikasi atau memiliki dedikasi adalah orang bisa member manfaat
- Integritas
Adalah sebuah kesetiaan pada kebenaran
yang terpancarkan dari adanya kesamaan antara perkataan dan perbuatan.
Artinya, dalam kondisi dan situasi apapun persoalan integritas harus
dikedepankan. Karena ini lebih pada bagaimana mental (moral)
sesungguhnya dari seorang organisatoris pada gilirannya dipertaruhkan.
Ketiga hal tersebut adalah satu kesatuan
utuh yang memang dipersyaratkan bagi kelangsungan dan kemajuan sebuah
organisasi. Artinya, kita tidak boleh hanya mengambil satu dan
mengabaikan yang lainnya. Seorang organisatoris yang hanya memiliki
loyalitas tanpa unsur pengabdian dan ketulusan adalah mesin pembunuh
bagi siapa saja. Sementara dengan hanya kejujuran tanpa loyalitas dan
dedikasi maka ia hanya akan menjadi layaknya kitab suci tak tersentuh.
Pertanyaannya, bagaimana menuju kea rah yang demikian?
- Tentang Kepemimpinan
Secara umum, kepemimpinan dalam sebuah
organisasi adalah tentang bagaimana seseorang yang mempunyai wewenang
memimpin (disebut pemimpin) melakukan segala daya dan upaya (halal tidak
mengikat, red.) dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk
menggerakkan organisasi yang dipimpinnya. Dengan demikian kepemimpinan
adalah soal seni dalam proses memimpin itu sendiri.
Dan karenanya, maka tidak heran jika
dalam perkembangannya, hal ini memunculkan berbagai macam karakteristik
pemimpin. Yaitu, antara lain: liberal, otoriter dan demokratis.
Lebih jauh tentang munculnya
karakteristik ini juga bisa dilataor belakangi oleh faktor
kemunculannya. Artinya, seseorang bisa menjadi pemimpin karena faktor
genetika (leaders are born), faktor sosial (leaders are made) atau
bahkan mungkin adanya dua faktor tesebut.
- Tentang Management
Faktor yang (juga) tidak kalah penting
untuk mencapai tingkat organisasi yang ideal adalah juga tentang
bagaimana menejemen yang dilakukan. Menejemen di sini adalah tentang
proses dari serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan organisasi secara
formal, yaitu utamanya tentang bagaimana system perencanaan,
pengorganisasian dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai tujuan
organisasi tersebut.
- Tentang Dinamisasi
Artinya, sebuah organisasi hanya akan
bisa berjalan, bertahan dan bahkan menjadi besar jika bisa dinamis baik
dalam system menejemen, kepemimpinan dan tentang strategi gerakannya.
Pemuda, Kepemimpinan dan Gerakan Perubahan Sosial
Membincang pemuda dengan segala
embel-embelnya tidak akan pernah selesai. Dari segala sisi, berbagai
macam sudut dan semua cara memandang, diskursus tentang pemuda selalu
menarik untuk diperbincangkan. “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan
kucabat semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan
kuguncangkan dunia” bukanlah sekedar ungkapan basa-basi biasa. Ir.
Sukarno (Presiden RI ke-1), menyadari betul potensi dari sosok yang
namanya pemuda.
Tentang itu, sedikit menengok ke
belakang, utamanya saat pergolakan masa kemerdekaan, juga tentang
jatuhnya Pak Harto Th. 1998 adalah bukti nyata bahwa ungkapan Pak Karno
tentang pemuda benar-benar menemukan signifikansinya. Artinya,
keberadaan pemuda dalam kontek perubahan sosial dan kebangsaan mempunyai
peran yang sangat diperhitungkan, walaupun di sisi yang lain juga
menyisakan seambrek problem yang (justru) sering kali tidak disadari oleh pemuda sendiri. Inilah home work yang mestinya bisa diselesaikan melalui pintu organisasi. So, dari mana kita memulai dan apa yang mesti dilakukan.
- Mengetahui tentang diri sendiri
Secara garis besar, meminjam nasehat
Sayyidina Ali ibn Abi Tholib, “Engkau berfikir tentang dirimu sebagai
seongok materi semata, padahal di dalam dirimu tersimpan kekuatan yang
tak terbatas”, maka pertama-tama kita harus menyadari dan (bahkan) yakin
pada diri kita sendiri, yaitu tentang Strength (apa kekuatan dan potensi diri yang kita miliki), Weaknesses (apa kelemahan kita), Oppurtunity (apa peluang yang menguntungkan dan mendukung tujuan hidup kita) dan tentang Threats (apa hambatan dan ancaman yang akan kita hadapi).
Dengan itu pada gilirannya kita akan mengetahui siapa diri kita, yaitu bahwa kita adalah:- manusia yang diciptakan sebagai makhluk yang sempurna
- dibekali nafsu dan akal untuk digunakan sebaik-baiknya
- manusia yang diciptakan dengan bekal dan hak yang sama: Bahwa semua berhak memperoleh hidup dan kehidupan
- hamba Allah dan pemimpin di muka bumi
- Merubah pola pikir
- Berfikirlah tentang potensi kita, jangan berfikir tentang kekurangan
- Berfikir besar, jangan berfikir kecil
- Berfikirlah idealis tentang kehidupan kita, jangan berfikir realistis
- Berfikir positif terhadap segala sesuatu yang terjadi
- Berfikir dengan sudut pandang yang komperhensif, tidak sempit-picik
- Berfikir tentang masa depan
- Bergeraklah, jangan (hanya) diam
Dengan mengetahui “siapa kita” dan pola
pikir yang sudah tertata sebagaimana tersebut, maka itu semua tidak akan
berarti tanpa adanya gerakan atau tindakan nyata. Sehingga di sinilah
pentingnya kita berkumpul dan bersosialisasi dengan lingkungan dan
masyarakat kita masing-masing. Inilah yang pada gilirannya akan
mengantarkan diri kita benar-benar menjadi manusia yang berguna.
Setelah itu semua, terlepas dari mana
kita berangkat, apa warna dan rupa kita, bagaimana kita bisa sampai di
sini (rahim organisasi masing-masing) dan tentang apa sesungguhnya
cita-cita pribadi masing-masing, maka membingkai sebuah gerakan yang
terstruktur dan sistematis berkelanjutan adalah merupakan suatu hal yang
sangat urgent untuk dilakukan, selain tugas kita sebagai seorang
mahasiswa, pelajar atau tanggung jawab lainnya yang juga tidak boleh
kita abaikan begitu saja.
Memahami Realitas Menuju Gerakan Sosial
Pertanyaan mendasar yang menjadi masalah
bagi saya ketika awal-awal masuk sebagai mahasiswa adalah, bagaimana
memahami situasi sosial yang ada pada masyarakat saya waktu itu. Bagi
saya, dengan memahami situasi masyarakat maka pada saat itu juga, saya
bisa memilih kegiatan (acara) yang pada gilirannya bisa menjadi sebuah
langkah (awal) dari gerakan perubahan yang saya impikan. Secara
sederhana berikut hal-hal yang kemudian menjadi jawaban dari kegelisahan
saya dalam memahami sebuah situasi di masyarakat.
- Analisa Sosial
Analisa sosial (Ansos) adalah suatu usaha
yang dilakukan untuk mengamati, melacak dan memahami suatu peristiwa
(kejadian) dan kondisi (keadaan) lingkungan masyarakat. Analisa social,
dengan demikian dapat diartikan sebagai cara (metode) untuk memperoleh
gambaran tentang suatu kondisi social masyarakat tertentu sebagai
“sasaran” gerakan.
Dalam hal ini sebuah analisa social bias
kita mulai pertama-tama dengan mengetahui tentang tentang kenapa dan
bagaimana realitas tersebut terjadi. Inilah yang disebut sebagai asumsi
atau hipotesa (dugaan sementara) terhadap fenomena yang terjadi. Dengan
demikian, maka asumsi yang dimaksud di sini adalah asumsi dari hasil
proses pemikiran (rasionalisasi). Sebuah fenomena (kejadian) terjadi
karena adanya sebab, tidak begitu terjadi atau karena takdir.
Hal-hal yang bisa dilakukan (metode) untuk mendapatkan data (bahan) adalah:- Partisipatory (terlibat langsung di tengah-tengah masyarakat). Metode ini mengindikasikan bahwa untuk mendapatkan data social masyarakat kita harus bisa live-in dalam lingkungan tersebut.
- Metode rapid (Singkat). Dalam arti data diperoleh dengan cara melakukan interview singkat tentang data yang dibutuhkan. sesuai pengambilan data yang diinginkan pengamat. Dalam metode ini penggunaan metode SWOT (Strength, Weaknes, Opportunity dan Threat) juga bisa dilakukan.
Perbedaan Fungsi dan Terapan Metode Live-in dan Rapid
No | Deskripsi (Proses dan Sifat) | Metode Singkat | Live-in |
1 | Cara melakukan | Penggalian, pengumpulan informasi | Menuntut peran aktif semuanya (pemberdayaan) |
2 | Peran orang luar | Penyelidik (surveyor) | Fasilitator |
3 | Peran orang dalam (masyarakat) | Sumber informasi (obyek) | Pelaku (subyek |
4 | Hasil akhir (informasi dimiliki, dianalisa dan digunakan oleh …. ) | Orang luar | Masyarakat setempat |
5 | Prospek (tindak lanjut) | Perencaan suatu proyek, publikasi | Kemasyarakatan dan berkelanjutan |
- Refleksi Sosial
Salah satu teori yang seringkali
digunakan dalam hal ini (masalah sosial) adalah teori kelas-nya Karl
Mark dalam rangka penajaman dan memperjelas setiap (kemungkinan)
kontradiksi yang terjadi.
- Keprihatinan (Concern)
![]() |
RECHTA Mahupala UMS |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar