Darurat Agraria adalah
Darurat hidup dan Upaya Penghidupan.
UU No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok – pokok Agraria, yang secara prinsip telah
mencabut Azas Domein Verklaring yang
merupakan pelaksanaan dari hukum agraria pada masa penjajahan Belanda yang
biasa disebut Agrarische Wet (Staatsblad
1870 No. 55). Pernyataan dari Domein
Verklaring itu berbunyi: “Semua tanah yang orang lain tidak dapat
membuktikannya, bahwa itu eigendom-nya
adalah milik negara.”
Dari pernyataan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa Domein
Verklaring sangat tidak menghargai, bahkan “memperkosa” hak – hak rakyat
atas tanah ulayat yang bersumber pada hukum adat dan kepemilikan turun temurun.
Karena hak – hak rakyat atas tanah secara turun temurun tidak dapat dibuktikan eigendom-nya sehingga dianggap Domein atau milik negara.
Disisi lain, pihak yang
digandeng oleh pemerintah untuk menangani kehutanan mengacu pada Agrarische
Wet. Inilah yang kemudian memunculkan pelbagai konflik agrarian.
Pada sisi lain adalah
pada system pengelolaan yang salah. Dalam buku berjudul “Tangan – tangan Negara
Menggenggam Hutan”, sebuah kajianpengelolaan hutan diluar jawa oleh PT
Inhutani, Dr. Sofyan P. Warsito dalam pengantarnya mengatakan, “Kritik tajam
kinerja pelaksanaan pengusahaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan
(PP-HPH) sesungguhnya sudah dimulai sejak akhir tahun tujuh puluhan, melalui
berbagai tulisan para pengamat dan pakar kehutanan. Beberapa hal yang tidak
sesuai adalah mengenai pendekatan efisiensi, dari sisi bisnis dan pengelolaan
hutan. Bisnis akan melakukan pendekatan melalui prinsip ekonomi, pendapatan
netto setinggi mungkin dalam waktu yang secepat mungkin. Berjalan terbalik
dengan pendekatan bisnis, prinsip – prinsip pengelolaan hutan secara adat
adalah sangat tradisional dan berjalan sangat lamban. Periode proses produksi
kayu yang lama, dalam hal ini tidak bisa ditekan untuk ditingkatkan seketika,
karena hutan berfungsi ganda yang keseluruhannya harus berjalan beriringan,
serta kelestarian produksi kayu harus terjamin.
Secara terus menerus
pemerintahan, sejak jaman Hindia-Belanda hingga Negara bernama Republik
Indonesia, seakan tidak pernah merasa puas untuk mengeksploitasi hutan.
Kemajuan dinilai pada seberapa keras dan panjang jalur aspal yang terentang.
Seberapa kokoh beton penyangga dinding – dinding yang kemudian disebut kota.
Sistem tanam paksa
bukan hanya mengeksploitasi hutan dengan tujuan distribusi, tetapi juga lahan
persawahan untuk alasan komoditas. Dengan sangat keras Multatuli menunjukkan
bahwa de Javan adalah manusia juga,
bahwa de Javan teraniaya:
Kerja,
kerja! Beras harus ada buat pelawan lapar... kopi harus ada buat lapar yang
lain lagi, yang bernama perdagangan, di Eropa! Harus kerja agar anak – anak...
Kerja?...
dengan apa? Dimana pacul? Amblas. Kerja buat anak dan bini? Bukankah semua itu
sudah terseret pula sebagai perkakas yang lain, amblas seperti tanah garapannya,
seperti rumah – rumah mereka, seperti panen mereka?
Korporasi dan investasi
merupakan system yang meminta darah dan nyawa. Sebagai contoh, masih pada masa
yang sama. Pada tahun 1820 – 1887 karena penduduk diharuskan untuk menanam
tanaman perkebunan seperti nila, kopi, tebu dan tembakau, maka Demak mengalami
paceklik. Dampak dari paceklik itu adalah bencana kelaparan yang mengakibatkan
turunnya jumlah penduduk akibat kematian. Dalamwaktu dua tahun, dua pertiga
penduduk Demak mati karena kelaparan. Dari jumlah penduduk 336.000 orang
merosot hingga angka 120.000 orang. Di Grobogan dari total penduduk berjumlah
98.000 orang dalam waktu dua tahun telah susut menjadi 9000 orang.
Belum lagi kasus “Jalur
Darah”. Jika kasus diatas karena kerja Rodi, maka ini disebabkan sistem kerja
bernama Romusha pada era pendudukan Jepang. Jalur Darah merupakan istilah yang
dilekatkan pada sebuah jalur kereta api mengingat jumlah korban yang sangat
banyak. Untuk apa jepang membuka hutan membangun jalur kereta api? Jalur adalah
mobilisasi, baik manusia, dalam hal ini pasukan, juga komoditas.
Era orde baru yang
dikatakan sebagai ordo perusak alam nomer satu jika dibandingkan dua
pemerintahan asing atas Indonesia diatas. Pada akhir 1980-an, orde ini membuat
terobosan yang bernama revolusi hijau. Ilmu sepeda genjot. Revolusi hijau
merupaken peralihan dari sistem hutan dan lahan lestari menuju pada kimia. Pada
masa akhir 80-an hingga 1998, praktis segala tanaman di Negara Republik
Indonesia ini musti mau nenggak yang namanya pupuk kimia. Ya tho? Agar supaya,
cepat tumbuh, kalau cepat tumbuh cepat panen, sehingga cepat kaya. Kata
pemimpinnya waktu itu, sekarang sudah mati dia.
Kalau kita kembali pada
penjelasan Dr. Sofyan P. Warsito dalam pendahuluan buku berjudul Tangan –
tangan Negara Menggenggam Hutan, maka kejadian – kejadian inilah yang dia
katakana sebagai salah kelola, efisiensi pendekatan yang keliru.
Ini merupakan contoh –
contoh kasus salah kelola lahan berdampak penghidupan. Belum lagi sampai pada
hunian yang kemudian menyeret pada apa yang disebut Darurat Agraria.
Apa yang bisa kita
ambil, adalah sejak jaman Hindia-Belanda hingga sesuatu bernama Indonesia,
masalah utamanya tetap sama. Investasi dan korporasi yang pasti melibatkan
unsur asing. Dari pangkal yang bernama investasi dan korporasi pasti akan
menghadirkan golongan, kelas – kelas dalam masyarakat. Sehingga hal ini akan
merujuk pada akses, jalan untuk mendapatkan, baik penghidupan, pendidikan dan
kemakmuran. Inilah gambaran sistem kerja yang dibangun oleh penguasa
pemerintahan. Yang bodoh ya, nasibnya jadi kere, yang pinter jadi kaya. Kalau
mau kaya mesti kerja, sementara lapangan kerja menuntut ijazah, ijazah boleh
didapat kalau anda bisa, bisa membayar ongkos pendidikan yang semakin lama
semakin mahal. Sudah diatur sedemikian rupa agar kere ora isoh munggah bale.
Akan menarik jika kawan
– kawan mau membaca karya Pramodya Ananta Toer, Tetralogi Pulau Buru, dan Panggil
Aku Kartini Saja. Buku Multatuli, Max Havelaar. Serta buku berjudul Hikayat
Kadiroen karya Semaoen.
Gerakan lingkungan
Gerakan Lingkungan
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan bentuk aksi kesadaran manusia yang peduli terhadap
kerusakan lingkungan, serta berbagai aspek dalam kehidupan manusia yang
terancam akibat kerusakan lingkungan. Gerakan Evironmentalism mencoba
memperbaiki masalah lingkungan dengan struktur yang sudah ada.
Aktivis gerakan
lingkungan tumbuh dan berkembang khususnya di kawasan Eropa dan Amerika, mereka
mengecam modernitas dengan segala gaya hidupnya, konsumsinya dan produk
industrinya.
Dua benua tersebut
(Eropa dan Amerika) adalah penemu modernitas. Era yang ditandai dengan Revolusi
Industri, dimana terdapat perubahan peran yang sangat signifikan, yakni dari
tenaga manusia dan hewan yang kemudian beraluh kepada tenaga mesin.
Sangat lumrah jika
kemudian aktivis gerakan lingkungan hidup, tumbuh dan berkembang di Eropa dan
Amerika. Karena kedua kawasan tersebut merupakan kawasan terdampak modernitas
dan industrialisasi.
Gerakan industrialisasi
yang menuntut pada percepatan dan perluasan, kemudian menggeser kawasan –
kawasan konservasi, hutan, lahan, sungai bahkan laut dan udara. Pola percepatan
memerlukan bahan bakar. Sedangkan, tidak semua bahan bakar dapat terus
terbaharui. Bahan bakar yang populer saat ini, dimana lebih menitik beratkan
pada minyak dan batu bara merupakan bahan bakar yang terbatas di alam.
Pada sudut yang lalin,
gerak industry tidak bisa dibendung, gerak ini merunut pada gerak yang lain,
lahan yang semakin sempit, bahan baku yang semakin sulit, dan sumber energy
yang terbatas. Ini adalah alasan dibalik perluasan.
Perluasan wilayah
merupakan akses untuk mendapatkan hal – hal terebut diatas. Jika di suatu tempat
telah dieksplorasi dan telah habis oleh eksploitasi, maka akan tersisa tempat
lain untuk dieksplorasi, demikianlah proses dan prosedurnya akan berulang.
Dalam upaya perluasan, dimungkinkan akan adanya gesekan karena pergeseran, baik
nilai, tatanan, struktur, pola dan sebagainya. Hingga terciptalah pola
pemaksaan pergeseran melalui gesekan yang bernama “Perang”dalam konteks dunia
modern.
Perang dalam dunia
modern merupakan industri dan upaya industri. Betapa besar biaya, dan kemudian
pendapatan yang didapatkan dari perang. Dari produksi alat, mobilisasi,
komoditas penunjang dan rujukan hasil. Termasuk perusakan dan kerusakan. Dari
kerusakan alam untuk PD I dan PD II, untuk kemudian bencana manusia dan
kemanusiaan dari perang dingin dan nuklir. Percobaan dan upaya untuk memperkuat
telah sampai pada taraf yang mengkhawatirkan. Dimulai dari bom Atom Hiroshima –
Nagasaki pada PD II kemudian melangkah pada era pembaharuan dan pemuktahiran
pada era perang dingin, serta senjata biologis pada era setelahnya.
Era pasca perang dingin
menempatkan bumi pada keadaan yang kritis. Bumi mengalami perubahan iklim
dampak dari pemanasan global, emisi karbon dan efek rumah kaca. Sejalan dengan
perubahan ekosistem, maka kepunahan juga ikut terajut didalamnya. Bumi sebagai
lilitan besar dari bermilyar unsure dan elemen yang saling berkait dan
terkait-pun, buyar. Buyarnya keterkaitan ini menyebabkan hilangnya kedudukan
yang berimbang di bumi. Pemusnahan denngan paksa melalui senjata atas nama
perluasan dan kekuasaan memang sudah sampai pada titik yang mengkhawatirkan.
Nuklir sebagai senjata
pemusnah missal menuai protes dan kritik yang sangat besar. Protes dan kritik
ini berlandaskan pada rusaknya ekosistem dan dampak yang lama dari perusakan
tersebut. dengan semakin meningkatnya eskalasi industri sehingga juga berkaitan
dengan perang, maka protes dan kritik ini berubah menjadi sebuah gerakan.
Politik internasional abad 21 ini berkembangpada isu – isu lingkkungan global
karena beberapa alasan, pertama bahwa
manusia dihadapkan pada masalah lingkungan global yang mempengaruhi setiap
orang dan hanya dapat dikelola secara efektif dengan bekerjasama antara semua,
atau sebagian besar negara. Kedua
meningkatnya skala permasalahan regional dan lokal, seperti degradasi urban dan
penggundulan hutan, desertification, salination, denudation, atau kelangkaan
air. Ketiga hubungan yang kompleks
antara permasalahan lingkungan dengan perekonomian dunia yang mengglobal.
Pada era tahun 60-an di
Amerika, berawal dari sebuah gerakan untuk menentang perang Vietnam, sebuah
gerakan yang menamakan diri sebagai hippie ini kemudian menyebar ke belahan
dunia yang lain, counter state. Sembari menyebar, mereka mengkampanyekan
perdamaian, kembali ke konsepsi alam, dan tetap menentang perang. Slogan yang
terkenal adalah fight with flower dan
stop war, lets make love.
Pada tahun 1969,senator
AS Gaylord Nelson menyampaikan pidato untuk memasukkan isu lingkungan hidup
akibat perang (anti perang) pada kurikulum resmi perguruan tinggi dengan
mengikuti model teach in dan memprakarsai
setiap tanggal 22 April sebagai hari bumi yang kemudian didukung oleh
masyarakat sipil Amerika.
Dalamcatatan TIMES pada
hari bumi 22 April 1970 diperkirakan 20.000.000 orang turun ke jalan, tercatat
1.500 perguruan tinggi dan 10.000 sekolah ikut terlibat dalam aksi unjuk rasa
pada hari bumi ditahun tersebut. Demonstrasi besar ini berasal dari kolaborasi antara komunitas
generasi pemrotes tahun 60-an yang terkenal sebagai penentang perang Amerika di
Vietnam dengan gerakan lingkungan hidup yang mulai menemukan momentumnya.
Generasi ini menjadi basis dukungan yang esensial bagi gerakan lingkungan.
Hal ini menjadi sangat
penting, bermula dari pertanyaan “Ada Apa?” kemudian ekspresi ‘ehmmm’ diikuti
dengan dukungan ketertarikan “Trus Gimana?” kemudian “Wah Gawat, Nggak Bisa
Kalau Begini Caranya!”. Untuk kemudian terlibat secara penuh dalam gerakan
kolektif. Gerakan penyadaran secara bersama – sama merupakan kunci untuk dapat
bertahan dan melawan hegemoni modal yang dapat berimbas pada perusakan lingkungan.
Bergerak Bersama – sama
Perilaku kolektif
berbeda dengan perilaku menyimpang, karena perilaku kolektif merupakan tindakan
bersama oleh sejumlah besar orang bukan tindakan perilaku individu semata –
mata. Bilamana seseorang melakukan pencurian di sebuah supermarket, maka kita
biasanya berbicara mengenai perilaku menyimpang, namun bila sejumlah besar
orang secara bersama – sama menyerbu toko – toko dan pusat – pusat perdagangan
untuk melakukan pencurian atau penjarahan biasanya disebut perilaku kolektif.
Perilaku kolektif:
“Perilaku yang relatif spontan, dan tidak terstruktur dari sekelompok orang,
yang bereaksi terhadap pengaruh umum dalam situasi ambigu (Smelser)”.
Adapun ciri – ciri dari
perilaku kolektif adalah sebagai berikut:
- Perilaku
yang dilakukan bersama – sama oleh sejumlah besar orang.
- Perilaku
yang bersifat spontanitas dan tidak terstruktur.
- Perilaku
yang tidak bersifat rutin, dan
- Perilaku
yang merupakan tanggapan dari rangsangan tertentu.
Macam – macam perilaku
kolektif adalah:
- Crowd
(kerumunan)
Ada beberapa bentuk
kerumunan yang ada di masyarakat yaitu:
a)
Temporary crowd:
orang
yang berada pada situasi saling berdekatan di suatu tempat dan pada situasi
sesaat.
b)
Casual crowd:
Sekelompok
orang yang berkerumun di ujung jalan dan tidak memiliki maksud apa – apa.
c)
Conventional crowd:
Audience
yang sedang mendengarkan ceramah
d)
Expressive crowd:
Sekumpulan
orang yang sedang menonton konser musik yang menari sambil sesekali ikut
melantunkan lagu.
e)
Acting crowd/ Rioting crowd:
Kerumunan/
sekelompoknmassa yang melakukan tindakan kekerasan.
f)
Solidaristic crowd:
Kesatuan
massa yang individunya saling berempati dan muncul karena kesamaan ideologi,
pandangan dan tujuan.
- MOB
adalah
kerumunan (crowd) yang emosional dan cenderung melakukan kekerasan atau
penyimpangan (violence) dan tindakan destruktif.
- Panik
adalah
bentuk perilaku kolektif yang tindakannya merupakan reaksi terhadap ancaman
yang muncul didalam kelompok tersebut.
- Rumor
Adalah
suatu informasi yang tidak dapat dibuktikan, yang dikomunikasikan dari satu orang
kepada orang lain (isu sosial)
- Opini
publik
Adalah
sekelompok orang yang memiliki pendapat yang berbeda mengenai suatu hal dalam
masyarakat.
Propaganda
Adalah
informasi atau pandangan yang sengaja digunakan untuk menyampaikan atau
membentuk opini publik.
Gerakan
Sosial
Definisi
Gerakan Sosial sebagai bagian dari perilaku kolekltif adalah:
1.
Menurut Direnzo, gerakan sosial adalah
perilaku dari sebagian anggota masyarakat untuk mengkoreksi kondisi yang banyak
menimbulkan problem atau tidak menentu, untuk menghadirkan suatu kehidupan yang
lebih baik.
2.
Menurut Bladridge, gerakan sosial
merupakan sebuah bentuk perilaku kolektif yang terdiri atas kelompok orang yang
memiliki dedikasi dan terorganisasi untuk mempromosikan, atau sebaliknya
menghalangi terjadinya perubahan.
Gerakan Sosial memiliki
tiga karakteristik sebagai berikut:
1.
Organisasi internal yang tingkatannya
sangat tinggi
2.
Gerakan berlangsung dalam waktu yang
lama
3.
Sengaja mencoba mempertajam organisasi
masyarakat itu sendiri.
Klasifikasi lain
tentang gerakan social dikemukakan oleh Kornblum, yaitu:
- Revolutionary
Movement
Merupakan
jenis gerakan sosial yang menginginkan perubahan yang menyeluruh pada sendi –
sendi kehidupan masyarakat, baik itu sistem sosial, sistem budaya, sistem
ekonomi maupun sistem politiknya. Misalnya revolutionary movement masyarakat
Rusia pada tahun 1917 yang berhasil mengubah sistem sosial, budaya, ekonomi
maupun politik Rusia menjadi sistem komunis.
- Revormative/
Revormist Movement
Merupakan
gerakan sosial yang menginginkan perubahan pada segi – segi tertentu kehidupan
masyarakat. Misalnya gerakan Boedi
Oetomo (1908) atau Syarikat Islam (1912) yang menginginkan terpenuhinya
hak – hak memperoleh pendidikan dikalangan pribumi.
- Conservative
Movement
Merupakan
gerakan sosial yang berusaha mempertahankan suatu keadaan atau institusi yang
ada dalam suatu masyarakat.
Gerakan Sosial adalah:
Menyelenggarakan kegiatan kolektif untuk membawa atau menolak perubahan dalam
kelompok atau masyarakat. Gerakan sosial memiliki dramatisasi yang berdampak pada
perjalanan sejarah dan evolusi struktur sosial fungsionalis yaitu berkontribusi
pada pembentukan opini publik.
Merujuk pada pengertian
diatas, maka gerakan kolektif merupakan upaya bersama – sama untuk mengatasi
permasalahan bersama berdasarkan kemampuan pribadi. Banyak upaya yang mencoba
menghentikan gerakan yang sangat tepat guna ini. Hingga dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, terdapat beberapa kata yang merajuk pada jumlah individu yang
bergerak bersama – sama. Ada, kelompok, gerombolan, rombongan, komunitas dan
lain – lain yang sayangnya kata – kata tersebut juga mengandung pemaknaan yang
berbeda – beda. Pemaknaan yang mengandung makna protagonist – antagonistic.
Gerakan kolektif
merupakan gerakan yang efektif dan efisien. Gerakan ini menjadi efisien karena
tidak ada domain kepemilikan disana. Kedudukan semua pelaku gerak adalah sama,
setara. Hal ini yang menjadikan takut kaum pemodal. Jika semua teral setara
maka, nggak kaya lagi mereka. Semua berkendara dengan kendaraan yang sama, pada
jalan yang sama halus, rata dan lancar, dan semua memiliki akses yang sama ke
semua akses. Semua menjadi cerdas dan tidak keras kepala serta congkak. Sudah
habis perkara karena semua setara.
Apakah sudah ada
buktinya? Tentu saja, gerakan hippie, kelompok hijau, dan yang paling hebat,
menurut saya adalah Gerakan Kolektif masyarakat Republik Rakyat Tiongkok era
Mao Tse Tung. Pada 1950-an, Tiongkok mengalami depresi ekonomi yang sangat
parah. Depresi itu berujung pada membengkaknya hutang Negara kepada Rusia.
Sedemikian membengkaknya, hingga pemimpin Rusia kala itu mengatakan: “Sampai
rakyat Cina harus berbagi celana dalam untuk dua orang pun, Cina tetap tidak
akan mampu membayar hutangnya”. Ketika mendengar hal itu, maka Mao sebagai
pemimpin Tiongkok membangkitkan semangat rakyatnya. Perkataan pemimpin Rusia
tersebut disiarkan dalam radio sepanjang waktu, dari pagi hingga malam, seraya
meminta rakyat untuk bergerak secara kolektif. Rakyat yang sudah dewasa diminta
mengumpulkan satu butir beras setiap orang kepada Negara sehari dua kali
pengumpulan. Gerakan yang sangat murah, sepele dan jitu. Jumlah penduduk Tiongkok
kala itu sejumlah 1 milyar orang, sehingga, sehari sudah bisa terkumpul 2
milyar butir beras, atau dapat dibayangkan itu sama dengan berton – ton beras.
Dan hanya dalam beberapa bulan saja dari gerakan kolektif seperti ini maka
Tiongkok sudah bisa melunasi hutang Negara kapada Rusia.
Ini merupakan bukti
kongkrit, mudah dan sangat murah untuk dilakukan. Sebuah bukti nyata bahwa
gerakan kolektif merupakan gerakan yang cerdas, murni, efektif dan efisien
Tidak ada komentar:
Posting Komentar