MENDAKI GUNUNG
I.
PENDAHULUAN
Tak
dapat dipungkiri lagi, bahwa kegiatan alam bebas (outdoor activity) terutama
mendaki gunung, dekade terakir ini peminatnya semakin bertambah.
Terbukti semakin
berkembangnnya klub-klub penggiat
kegiatan alam bebas baik di SLTA,
Universitas, maupun swasta atau umum. Bahkan sekarang bermunculan sekolah
pendaki gunung ataupun semacamnya yang berkenaan dengan kegiatan alam bebas.
Hal ini tentunya sangat menggembirakan
untuk perkembangan kegiatan
tersebut.
Walaupun mendaki gunung bukan “barang baru” lagi, tetapi masih banyak
orang yang masih memandang sebagai kegiatan yang aneh dan selalu mengundang keingintahuan dan
pertanyaan klise, “mau apa sih ke gunung?” atau “ada apa sih di gunung?”.
Pertanyaan sederhana tetapi sering
membingungkan dan kesal untuk menjawabnya. George F. Mallory, pendaki dari
Inggris yang tewas di puncak
Everest tahun 1924 menjawab, “karena gunung ada di situ!”.
Walter Bonaitty menjawab karena gunung beserta hukum yang ada padanya merupakan
sekolah yang baik untuk pembinaan watak manusia.
Memang membanggakan, bila kita berhasil melakukan sesuatu
yang orang lain jarang dapat atau mau melakukannya. Kepuasan batin akan terpenuhi, itulah manfaat spiritual yang akan kita peroleh, disamping kesehatan
jasmani yang akan kita peroleh. Olah raga di alam bebas menuntut kondisi
fisik dan mental yang tangguh serta diperlukan kematangan berfikir dalam
menghadapi atau memecahkan masalah kritis. Secara tidak langsung kegiatan ini
mendidik manusia untuk mencintai alam
lingkungannya dan akan lebih mendekatkan
diri pada Sang Pencipta. Pada saat itu kita akan menyadari betapa kecilnya manusia di hadapanNya.
Seorang pecinta alam yang baik tidak akan mengeluh
dan putus asa dalam menghadapi kesulitan hidup, sebab mereka sudah terbiasa menghadapinya di alam
bebas. Dari alam kita dapat belajar dan menimba begitu banyak pengalaman. Lepas
dari persoalan di atas yang jelas, yang jelas mendaki gunung adalah kegiatan
berisiko tinggi (high risk activity). Kegiatan ini mengutamakan rasa percaya diri,
naluri solidaritas, keberanian, keuletan, mencintai lingkungan dan tentu
saja keinginan bertualang. Sehingga disamping dituntut fisik
yang baik, pengetahuan tentang
karakter alam, kondisi geografis, dan teknik mendaki juga diperlukan.
Kalau tidak, aktivitas ini hanyalah akan menjadi arena “capek” dan ajang bunuh
diri saja.
II.
BAHAYA SUATU PENDAKIAN
Banyak
yang telah kita ketahui tentang
keberhasilan sekelompok pendaki di gunung es yang dikategorikan tempat
yang mustahil untuk didaki. Tidak sedikit pula yang terdengar adalah
berita tentang kecelakaan yang
menimpa suatu pendaki gunung, padahal gunung yang didaki termasuk
biasa saja. Sebab apa hal itu bisa terjadi?
Mendaki
gunung memang banyak bahaya, tetapi secara garis besar penyebab kecelakaan di
gunung atau bahaya ada dua faktor saja. Faktor pertama adalah
kecelakaan subyektif (subjective danger),
artinya adalah kecelakaan yang
disebabkan oleh pendaki itu sendiri. Misalnya,
kondisi fisik yang kurang
prima, peralatan yang minim, kurang
pengetahuan dan lain sebagainya. Faktor kedua adalah bahaya yang berasal dari obyek pendakian (faktor
alam). Bahaya obyektif (objective danger)
ini dapat berupa badai, tanah longsor,
gas beracun dan lain sebagainya.
Kecelakaanm pendaki gunung yang umumnya terjadi di
Indonesia adalah berasal dari faktor
subyek. Sedangkan bahaya obyek tidak terlalu besar. Gunung di Indonesia hanya dipengaruhi oleh dua
musim, musim kemarau dan musim hujan.
Suhu rata-ratanya pun masih di ambang
normal. Secara umum bahaya obyek ini masih bisa diperhitungkan,
meskipun tidak semudah memperhitungkan faktor pertama tadi.
Memang yang namanya kecelakaan bisa terjadi di mana saja
dan kapanpun. Manusia hanya bisa bertindak hati-hati, tetapi kalau
Tuhan menentukan lain kita tak bisa berbuat apa-apa. Tetapi
minimal kita harus selalu berhati-hati dan bersiap mengantisipasi apa yang akan
terjadi, sehingga risiko kecelakaan akan terkurangi.
III. PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG
Baik buruknya hasil suatu kegiatan tergantung dari
persiapannya. Begitu juga dengan mendaki gunung, banyak yang mesti kita
lakukan, diantaranya adalah:
1.
Perencanaan Perjalanan
Langkah awal setelah diputuskan gunung mana yang akan didaki
adalah mengumpulkan data atau informasi tentang gunung tersebut. Bagaimana
kondisi medannya, keadaan cuacanya.
Informasi ini bisa diperoleh dari media massa, orang yang pernah mendaki gunung
tersebut atau bertanya ke instansi yang terkait dengan kegiatan ini.
Setelah informasi ini diperoleh,
kemudian dipelajari. Dengan demikian kita akan bisa memperkirakan peralatan apa
saja yang kita butuhkan, jumlah logistik, lama waktu pendakian serta biaya yang
akan kita butuhkan.
2.
Perlengkapan
Agar pendakian
dapat berjalan lancar, peralatan yang baik dan standard sangat kita perlukan. Dewasa ini perlengkapan
pendakian semakin berkembang jenis dan variasinya. Banyak pilihan yang bisa
kita tentukan karena semua itu juga untuk
menunjang kenyamanan kita dalam
melakukan perjalanan. Berikut ini beberapa macam perlengkapan
yang umumnya kita perlukan:
a.
Carrier (ransel)
Ransel
yang baik adalah yang kuat, ringan dan tidak sakit di bahu atau di punggung atau secara umum dapat
dikatakan bahwa ransel tersebut dapat
menyatu dengan bentuk punggung
serta tahan air (waterproof).
b.
Sepatu
Jenis
sepatu yang baik yaitu sepatu yang dapat
menutup mata kaki, sol sepatu terbuat dari karet dengan kembangan/ gigi yang
dalam, bahannya kuat tetapi masih memberikan sirkulasi udara yang cukup, serta
tidak terlalu berat.
c.
Jaket
Jaket yang baik mampu menjaga kehangatan tubuh
kita, bisa terbuat dari wool
atau yang lain. Jangan memakai
dari bahan yang mudah menyerap dingin, jeans misalnya.
d.
Ponco/ jas hujan
Berfungsi sebagai pelindung dari hujan. Terdapat
dua jenis, yaitu yang berupa baju dan
celana atau yang berupa lembaranm
persegi panjang. Masing-masing memiliki kelebihan dan fungsi
sendiri-sendiri.
e.
Kantong Tidur
Berfungsi untuk menjaga agar badan tetap hangat apabila kita tidur di gunung. Kantung tidur perlu dipilih yang
praktis, ringan dan tidak terlalu besar. Bila terbuat dari kapas atau wool,
tetapi yang terbaik terbuat dari bahan down atau duvet (bahasa Prancis) yaitu bulu-bulu halus dari unggas akuatik,
biasanya unggas atau bebek. Bahan ini
mampu menjaga kehangatan badan kendati suhu udara mencapai titik di bawah nol derajat celcius.
f.
Tempat Air
Sangat perlu dibawa karena biasanya di gunung kita
kesulitan mendapatkan air bersih. Tempat air perlu dipilih yang praktis dan
tahan terhadap panas, besarnya sesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi gunung.
g.
Kompor Lapangan
Bentuknya kecil dan sangat praktis untuk dibawa
kemana-mana. Bisa yang berbahan bakar
padat (seperti paraffin) atau yang
berbahan bakar gas.
h.
Misting
Misting atau panci kecil serbaguna apabila kita
memasak makanan di gunung. Biasanya
terbuat dari alumunium yang tahan
panas dan ringan serta praktis.
i.
Tenda
Digunakan untuk tempat berteduh dan melindungi
kita dari udara luar serta kemungkinan
binatang liar. Perlu dipilih dari bahan yang ringan, praktis dan tahan terhadap
hujan atau udara dingin.
j.
Obat-obatan
Ini tidak bisa kita abaikan begitu saja, karena
penting untuk menjaga segala kemungkinan yang akan terjadi. Terutama mereka
yang menderita penyakit khusus dan memerlukan obat yang khusus pula.
k.
Senter
Sebagai alat penunjang apabila kita melakukan
perjalanan malam (alat penerangan) perlu juga membawa battery dan bohlam cadangan.
l.
Pisau
Dipilih yang praktis dan serbaguna, misalnya:
pisau komando.
m.
Alat navigasi
(protaktor, kompas, alat tulis, busur 3600,
penggaris, peta topografi gunung yang didaki).
n.
Kaos tangan dan lain-lain
Perlengkapan tersebut di atas adalah perlengkapan
minimum yang harus kita usahakan dalam pendakian. Tetapi tentu saja kita perlu juga sesuaikan dengan kondisi gunung yang akan kita
daki. Bisa saja kita perlukan perlengkapan tambahan lain seperti thermometer,
balaclava atau juga geitter. Tetapi
mungkin juga kita tidak perlukan hal itu, hanya saja perlengkapan yang kita
bawa pun harus disesuaikan dengan kapasitas carrier dan kemampuan fisik kita.
Karena beban atau peralatan yang berlebihan justru akan mengganggu kelancaran
perjalanan kita.
3.
Makanan dan minuman
Mendaki gunung memerlukan energi yang tidak
sedikit. Oleh karena itu makanan yang kita bawa haruslah mengandung kalori yang cukup untuk energi
kita. Selain itu juga harus praktis dan
tahan lama seperti: coklat batangan,
roti dan mie kering. Minuman
juga jangan diabaikan apalagi gunung
yang didaki terjal dan tandus. Dari hasil penelitian ternyata fisik pendaki dapat terganggu karena kurangnya cairan dalam tubuh (dehidrasi). Akan lebih
baik lagi kalau air yang dibawa mampu
memberikan sumbangan kalori, jadi tidak hanya mampu menghilangkan rasa haus.
Perlu diingat, jangan membawa minuman beralkohol. Karena minuman ini dapat
menyebabkan pembuluh darah kulit
mengembang, sehingga udara dingin dapat
peluang untuk masuk. Lagipula minuman beralkohol dapat menyebabkan kondisi yang kurang baik atau mabuk.
4.
Persiapan fisik
Mendaki
gunung melibatkan semua golonmgan otot besar, sehingga membutuhkan kekuatan yang cukup baik. Tenaga tidak digunakan untuk naik
turun saja, tetapi juga digunakan untuk
mengangkat beban dan menembus hutan lebat.
Belum lagi kalau sampai tersesat,
tenaga ekstra tentu saja dibutuhkan.
Untuk itu perlu diadakan latihan
terprogram agar otot-otot kita kuat dan
mempunyai daya tahan tubuh yang baik.
Selain itu perlu juga melatih persendian kita agar dapat bergerak dengan leluasa.
Program latihan harus melibatkan minimal dua
latihan inti. Badan bagian atas seperti punggung, bahu dan tangan serta badan
bagian bawah seperti kaki dan betis. Untuk melatih badan bagian atas bisa
dengan push up, scotch jump, senam dan angkat beban. Sedangkan untuk badan
bagian bawah dapat dengan jogging atau bersepeda.
IV. TEKNIK PENGEPAKAN
Disamping perlu mempersiapkan perlengkapan dan persiapan fisik serta mental
yang baik, dalam mendaki gunung perlu juga kita mengetahui teknik sederhana menata barang-barang kita
dalam satu tempat. Teknik pengepakan semacam ini biasa disebut packing. Pengetahuan semacan ini
diperlukan agar kenyamanan selama perjalanan semakin terjamin, apalagi kalau
perjalanan jauh yang membutuhkan waktu lebih dari satu hari.
Langkah awal setelah semua barang yang dibawa kita kumpulkan adalah memisahkan barang-barang tersebut
sesuai dengan jenis barang. Masukkan
barang-barang yang mudah pecah dalam tempat khusus yang bisa melindunginya dari benturan. Kalau ransel
yang kita bawa tidak tahan air,
masukkan semua jenis barang
dalam kantong-kantong plastik seperti pakaian, jaket, sleeping bag dan lain
sebagainya. Kemudian sendirikan barang-barang tersebut sesuai dengan berat dan tingkat keperluannya.
Dalam memasukkan barang-barang tersebut dalam ransel mulailah dari yang paling ringan
sampai yang paling berat agar beban yang
kita bawa dapat terbagi dengan seimbang, jadi beban tidak hanya bertumpu pada
satu tempat saja. Barang-barang yang sewaktu-waktu diperlukan seharusnyalah
ditempatkan pada tempat-tempat yang
mudah terjangkau. Sehingga bila diperlukan secepatnya tidak usah membongkar
semua barang, barang-barang-barang tersebut
seperti senter, tempat air minum,
jas hutan, tenda dan obat-obatan.
Usahakanlah jangan sampai ada tempat-tempat kosong, kalau perlu tekan sekuat-kuatnya agar semua
barang bisa masuk dan nampak lebih padat. Manfaatkan tempat seefisien
mungkin karena barang yang kita bawa
tentunya tidak sedikit.
Selain untuk kenyamanan, teknik pengepakan ini
bisa juga merupakan seni tersendiri,
bagaimana membuat packing itu tampak indah dipandang mata dengan tempat yang
sedikit (ransel) sementara barang yang dipacking tidak sedikit. Salah satu seni
pengepakan adalah memasukkan matras dalam ransel pada sisi vertikalnya. Maksud dari cara ini adalah agar
bentuk semakin jelas dan halus.
V.
TEKNIK PERJALANAN
Berjalan
di punggung gunung berbeda dengan
berjalan di jalan aspal. Berjalan di punggung gunung memerlukan
teknik khusus karena disamping curam,
terjal dan berliku-liku juga
biasanya hanya berupa jalan setapak
yang hanya bisa dilewati satu-satu.
Awal
berjalan mulailah dengan langkah-langkah kecil, setelah mengerti medan ,
irama berjalan bisa dipercepat tetapi
masih teratur. Karena langkah yang
terlalu cepat dan dipaksakan akan cepat menguras tenaga sehingga cepat lelah. Sebagai contoh, kalau berjalan
datar anda dapat berjalan dengan langkah-langkah pendek dan teratur. Melintas jalan di gunung jangan dengan berlari-lari,
apalagi di medan yang berliku dan
curam. Risikonya terlalu besar. Berjalanlah sesuai dengan kemampuan masing-masing
dan nikmatilah pemandangan alam untuk mengurangi rasa lelah setelah lama
berjalan.
VI. PENYAKIT GUNUNG
Pada dasarnya
penyakit yang kemungkinan muncul pada saat mendaki gunung adalah
faktor-faktor yang dapat diperhitungkan selanjutnya. Pendaki yang sudah mempersiapkan
segalanya akan lebih mudah dan mampu mengantisipasi kemungkinan daripada pendaki
yang belum siap.
Salah
satu penyakit yang sering menghambat kelancaran pendakian adalah mountain
sickness. Di Indonesia sering diartikan
penyakit gunung atau penyakit
ketinggian. Penyakit ini timbul karena pengaruh kadar oksigen yang
semakin menipis (hypoksia) dan mulai menyerang pada ketinggian 2000 m dpal,
tetapi bagi yang kesegaran jasmaninya baik gejala ini mulai terasa pada
ketinggian kurang lebih 4000 m dpal. Pendaki yang terkena hypoksia akan
memiliki gejala seperti pusing,
nafas sesak, tidak nafsu makan, mual, muntah, kedinginan, badan terasa lemas, jantung
berdenyut lebih cepat, ngantung tetapi
tidak bisa tidur, pucat serta kuku dan bibir terlihat kebiruan. Penanggulangan yang dapat dilakukan adalah
dengan mengistirahatkan penderita agar kebutuhan tubuh akan oksigen dapat
berkurang. Gejala tersebut di atas akan dapat berkurang setelah beristirahat
selama lebih kurang 24 jam. Tetapi kalau penderita masih belum cukup kuat, langkah yang terbaik adalah turun dari
ketinggian tersebut. Keseluruhan gejala ini umumnya akan berkurang setelah ketinggian dikurangi 500 atau 600 m vertikal dari tempat semula. Cara ini adalah
dengan bantuan pernapasan melalui tabung
oksigen. Tetapi biasanya jarang sekali yang menggunakan kecuali pada pendakian
yang di atas 7000 m dpal.
VII. PENUTUP
Secara umum penyebab ketidak lancaran suatu
pendakian sebagian besar berasal dari faktor pendaki sendiri. Fisik yang tidak
prima, peratalan minim dan kurangnya
pengetahuan tentang karakter alam
serta teknik mendaki gunung menjadi hal
yang sangat diperlukan. Hal ini berarti sebelum mengadakan pendakian kesiapan
kita harus menjadi prioritas perhatian
utama.
Mendaki gunung berisiko tinggi, tetapi kalau sudah
mempersiapkan diri dengan baik risiko
ini dapat dikurangi. Kegiatan yang
sering dikatakan aneh dan tidak
bermanfaat ini akan berubah menjadi aman dan bermanfaat serta menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar