Menjelajahi Rongga Bumi

Single Rope Technic frog rig system

PENULUSUSAN GUA (CAVING)
I.             PENDAHULUAN
Speleologi adalah ilmu yang mempelajari gua-gua, diambil dari kata Yunani, “spelion”  yang berarti gua, dan “logos” yang berarti ilmu. Namun gua adalah bentukan alam yang tidak berdiri sendiri, tetapi terdapat  struktur alam yang melingkupinya,  maka “speleologi” merupakan ilmu yang mempelajari Gua dan lingkungannya. Lingkungan tersebut dapat  berupa batu gamping, batu pasir,  aliran lava  yang membeku, batu garam,  batu gips,  glester,  es dan sebagainya.  Manusia telah menggunakan gua  untuk berbagai tujuan mulai dari tempat melindungi diri terhadap keganasan iklim, untuk  tempat tinggal, untuk kuburan, dsb. Sejak beberapa ratus tahun yang lalu gua telah  diselidiki, terutama  di Jerman dan Perancis,  namun baru  pertengahan abad ke-19 dijadikan objek  yang serius yang dikenal dengan nama “speleologi”.
II.          SEJARAH PERKEMBANGAN
Kapan manusia mulai menelusuri gua tidak ada catatan resmi. Dari peninggalan-peninggalan,  berupa sisa-sisa makanan, tulang belulang  kerangka manusia dan seni melukis di dinding, yang dijumpai  di benua Eropa, Afrika dan Amerika dapat disimpulkan bahwa manusia  telah mengenal gua, bahkan lebih dari itu gua  dipakai guna melindungi diri, untuk tempat  bermukim dan untuk tempat pemujaan, sejak puluhan ribu tahun. Manusia primitive Pythecantropus, Cro Magnon sudah mengenal gua.
Dapat dimengerti bahwa dunia  gelap abadi yang penuh bahaya, yang tidak kenal ruangan dengan bentuk-bentuk  aneh yang tidak pernah dilihat, ditambah seram dan asing oleh cahaya lampu obor yang bergerak-gerak, suara sepi abadi  atau gemericiknya tetesan air terjun yang tidak terlihat, cicit kelelawar, mengaganya  lantai yang berubah menjadi jurang  yang tidak terukur dalamnya, menyempitnya lorong secara mendadak,  semuanya akan memberikan pengaruh emosional yang kuat bagi penjelajahan  gua yang awam, di zaman modern  sekalipun.
Catatan sejarah penelusuran gua didapatkan  pada abad ke-17 dari John Beaumont, ahli bedah dari Somerset, Inggris yang menjadi ahli pertambangan dan geologi amatir. Pada tahun  1974 tercatat sebagai penelususan sumuran (potholing) pertama, ketika bersama 6 penambang,  dilengkapi dengan lilin menurun sumuran sedalam 20 meter dan menemukan ruangan sepanjang 80 meter, lebar 3 meter dan mempunyai ketinggian 10 meter. Ia melaporkan temuan ini pada Royal Society, lembaga ilmu pengetahuan Inggris. Sejarah penelusuran gua dan orang-orang  yang berjasa  dalam mendiskripsikan  gua, seperti:
-          Baron  Johan Volsavor dari Slovania, orang yang paling berjasa mendiskripsikan gua antara 1970-1980. Ia telah mengunjungi 10 gua, membuat tulisan lengkap tentang apa yang dilihat,  dilengkapi sketsa, komentar dan akhirnya mempublikasikan 4 jilid buku setebal 2800 halaman.
-          Yosep Negel, ahli matematik mendapat tugas dari istana pada tahun 1747 untuk mengadapak ekplorasi dan memetakan sistem perguaan yang besar-besaran  dikerjakan Austro-Hongaria. Untuk jasanya ini ia dijadikan ahli matematik istana yang ditugaskan mengawasi koleksi ilmiah kerajaan dan diorbitkan  menjadi kepala jurusan ilmu fisika di Universitas  Vienna.
-          Edouard-Alfred Martel tercatat sebagai perintis ilmu Speleologi pertama,  karena ketekunan kerja secara ilmiah. Tanpa ada yang membimbingnya, ia menciptakan metodik yang penuh disiplin   dan tertib  yang merubah  tata cara  mengeksplorasi gua. Setelah bereksperimen  selama 5 tahun untuk mencoba   berbagai cara yang tepat  dan perlengkapan mana yang paling perlu dibawa,  mulai tahun 1888 ia mulai mengadakan paa yang ia sebut “Kampanye  Penelususan Gua”.
III.       BEBERAPA  HAL YANG DIPELAJARI  DALAM SPELEOLOGI
Diluar negeri  ilmu speleologi  sudah dikenal sejak 200 tahun lalu dimana di Indonesia sama sekali  beluk kenal.  Bahkan kata speleologi pun  belum banyak yang tahu apa artinya. Speleologi adalah ilmu mengenai gua-gua. Dapat dianggap ilmu yang mempelajari lingkungan gua  dan membahas  berbagai aspek  fisik dan biologisnya. Speleologi relatif mudah dibandingkan  ilmu yang lain, namun  dalam beberapa dekade terakhir berkembang  dengan pesat.
Speleologi terutama terdiri dari  riset dasar  yang melingkupi berbagai cabang dari Biologi  dan Geologi,  Kimia, Meteorologi, Arkeologi , Mineralogi dan Ilmu Tanah. Karena menyangkut  banyak bidang ilmu, maka Speleologi  dapat menghindari pengkotak-kotak ke dalam ilmu-ilmu yang terpisah  dimana pengkotakan ini sering menghambat ide-ide baru.
Banyak sudah yang menjadi objek penelitian  ilmiah. Kini sedang giat disoroti  antara lain: sebab timbulnya pasang surut pada beberapa  sumber air, percepatan proses  pelarutan apabila dua jenis  sumber air   permukaanb  yang mengandung  kadar larutan  bikarbonat  kalsikus  yang berbeda  tercampur,  penentuan umur secara  Paleomagnetis  dari endapan-endapan dalam gua, menentukan iklim dimasa silam dengan teknik isotop. Analisa  dari berbagai ornamen gua, menyelidiki cara bagaimana mineral-mineral terbentuk dalam lingkungan gua  dan menyusun katalog dari mineral-mineral dan tempat penemuan didalam gua, penyelidikan dengan  Scanning  Elektron Mikrosop terhadap  beberapa mineral gua dan alat-alat  sensorik  binatang gua tertentu, migrasi  binatang gua yang buta ke gua yang baru, pengaruh gaya geofisika  terhadap binatang di dalam gua, menyelidiki Arkeologis dan lain-lain.
Speleologi  di Indonesia sudah selayaknya  mendapat kedudukan terhormat  di dalam deretan  sains yang sudah berkembang. Namun setiap olahragawan Caving dan Speleologi  harus mempunyai kesadaran, kebanggaan bahwa yang diperdalam  ini di Indonesia masih  serba perawan  dan rawan. Terutama di Indonesia  faktor konservasi harus diletakkan sebagai target  utama, karena gua sudah banyak seklai yang rusak oleh para vendalis   atau mereka yang memasukinya  untuk tujuan komersial   sarang burung atau tujuan yang lain, yang tidakl disertai apa yang harus diperhatikan, apa yang tidak boleh dilakukan. Setiap usaha  manusia memasuki gua, walaupun tujuan untuk riset,  selalu akan merusak lingkungan mikro dan ekologi gua yang sangat rapuh. Di luar negeri   sudah beberapa  kali diadakan  riset dimana  terbukti bahwa intrusi  manusia ke dalam gua  selalui diikuti introduksi jamus dan bakteri  yang sering merusak ekologi gua.
Terdapat suatu interaksi dramatis  diantara berbagai penghuni gua yang harus  saling mengisi di dalam dunia sempit gua, antara spesies  satu dengan  yang lain. Penghuni gua sangat sensitive dan harus mentolerir pengaruh fisis dan kimia lingkungan mereka. Populasi binatang                               di dalam gua sangat sempit,  sehingga mengangkat pergi hanya beberapa               binatang saja dapat secara serius merusak keseimbangan alam dan mengakibatkan punahnya spesies.
Di gua yang banyak kelelawar yang sedang tidur, gerakan manusia yang memasuki gua dapat  mengganggu istirahatnya.. peran penelusur gua  jangan sekali-kali  meninggalkan kotoran atau sisa-sisa barang di dalam gua,  terutama karbit karena dapat merusak keseimbangan kimiawi yang rapuh sekali. Deposit  kimia di dalam gua amat fragil. Kalau sebuah stalaktit dipatahkan, kerangka itu tidak mungkin sembuh dengan sendirinya.  Sekali dipatahkan tidak akan stalaktit itu tumbuh. Koleksi untuk keperluan ilmiah hendaknya  amat dibatasi. Tiada tempat di dunia ini yang demikian baiknya untuk mempelajari ekologi yang sederhana serta bebas kontaminasi daripada di dalam gua.
Terdapat  beberapa hal dalam speleologi yang dipelajari:
A.    BIOSPELEOLOGI
Ilmu yang mempelajari kehidupan binatang-binatang di dalam lingkungan gua, juga tanaman yang ada dalam gua,  yang menjadi gua  itu lain dari tempat  lain adalah kegelapan abadi/mutlak, sehingga tangan di depan mata pun tidak akan terlihat. Film negatif yang didiamkan satu minggupun kalau dicuci tidak akan menunjukkan apa-apa. Kekhasan kedua adalah iklim yang uniform,  rata, tidak berubah. Atmosfer jauh didalam gua tidak berubah, kecuali imvariasi  sedikit sekali dari tekanan barometris dan kandungan zat asam arang. Suhu konstan sepanjang tahun, faktor penting untuk jenis-jenis hewan yang tidak dapat mengatur suhu badannya.  Faktor khas ketiga adalah  kelembapan relatif yang tinggi. Di kebanyakan gua, air selalu  menetes  dari atap  maupun dindingnya. Air tetesan itu berkumpul  di dalam satu kolam atau mengalir membentuk kali. Dinding gua kadang-kadang demikian basah,  sehingga beberapa  binatang air  dapat merayapi dinding itu. Crustala dan cacing pipih yang biasanya  hanya terdapat di dalam kolam-kolam  atau kali, bisa dijumpai pada atap gua yang lembab demikian juga lintah   atau pacet. Para biolog hanya  menaruh perhatian pada gua-gua  yang basah.  Daya adaptasi berbagai jenis binatang yang hidup dalam kegelapan gua itu berbeda-beda  dan cara praktis ialah membagi jenis-jenis binatang atas dasar  lamanya mereka tinggal  di dalam gua-gua. Maka dikenal pembagian dalam jenis-jenis “trogloxene, troglophile dan troglobite”. Para ahli biospeleologi  membagi habitat binatang gua menjadi 4 bagian . bagian   terang,  di sekitar mulut gua dan bagian senja, agak ke dalam dimana cahaya masih terlihat  remang-reman; adalah bagian-bagian yang suhunya masih jelas berfluktuasi. Bagian-bagian  inilah yang paling banyak dinuni binatang. Menyusul kemudian zona peralihan  yang sudah gelap total, tetapi mempunyai suhu yang belum konstan. Bagian dalam yang gelap dan yang bersuhu konstan adalah zona yang menjadi pusat perhatian ahli bispeleologi, karena disinilah bermukin binatang khas gua yang dikenal dengan nama: “triglobite (troglobion)”. Binatang sudah beradaptasi  dengan lingkungan gepal total dan suhu konstan, dengan ciri khas tidak berpigmen, tidak bermata,  mempunyai alat  peraba yang sangat peka serta jauh lebih panjang dari binatang “troglophile” yang hidup di zona peralihan. “Troglophile” masih dapat keluar masuk gua, misalnya kelelawar, burung wallet. Jenis binatang ini walaupun senang di dalam gua  tidak terikat  pada ruang lingkup gua. Gua hanya merupakan  tempat istirahat (tidur, berkembang biak). Sebagian hidupnya  dialami di luar gua untuk mencari makan dll.  Di daerah senja sering ditemukan  “trogloxine”, yaitu jenis binatang yang sebetulnya asing/tamu (xenos) bagi lingkungan gua. Binatang gua ini biasanya  menghuni gua hanya untuk istirahat  atau melindungi diri  terhadap musuh dan iklim di luar gua.  Termasuk di dalamnya   manusia, binatang  noktura seperti burung  bantu, tikus, kalajengking, katak, biawak, dan landak. Masing-masing zona menunjukkan variasi jenis, jumlah biantang, tingkah laku, dan sumber  akan yang berbeda.
Tidak dapat disangkal  lagi bahwa kelelawar  dan kalong  adalah binatang  yang paling sering dijumpai dalam gua. Kelelawar  bermanfaat bagi biota  lainnya dimana guanonnya merupakan sumber energi, sedang di sisi lain guano dapat dimanfaatkan sebagai pupuk alamiah yang baik karena banyak mengandung phospat.
B.     GEOLOGI
Yang menjadi objek penting adalah mengetahui cara bagaimana gua terbentuk. Juga jenis-jenis gua yang kita kenal. Ada gua  batu gamping  yang banyak dijumpai, gua laut,  gua lava, gua sandstone, gua garam, gua gips,  gua es,  yang semuanya  berbeda satu  sama lain. Di Indonesia hanya  ditemukan  tiga jenis gua, yaitu gua batu gamping,  gua lava, gua laut. Yang akan dibicarakan di sini adalah gua batu gamping.
Biasanya gua ini didapatkan di daerah karst, berasal dari kata Slovenia “karst” (batu, berbatu) dan “harst” (pohon eik). Pertama kali  nama ini oleh pembuat peta  Austria yang pada thun 1744  menyebut  daerah berbukit batu yang penuh pohon eik  dan di sebelah Barat Laut  dan Timur Laut Yugoslavia  dan Italia, sebagai daerah karst. Kini dengan kata karst itu dimaksudkan setiap daerah topografi yang ditimbulkan akibat  proses  pelarutan  batu gamping. Gambaran topografis daerah karst iklim   sedang dan iklim  tropis  berlainan sekali.  Di negara-negara beriklim sedang seperti di Amerika Serikat  dan Eropa  dijumpai  sinkhole  karst  dengan bentuk  topografis khas cekungan-cekungan berupa cawan atau corong. Diameter sinkholes ini beberapa meter atau beberapa  puluh meter.  Bagian atas sinkholes  karst ini sebenarnya rata, tetapi diselingi oleh sinkholes ini di banyak tempat.  Di daerah tropis  seperti di Asia Tenggara,  dijumpai dua jenis karts, yaitu:
1.      Cocpit karst atau Kegel karst, dimana dijumpai bukit-bukit                 berbentuk konis yang  diselingi  depresi polygonal atau menyerupai bintang.
2.      Tower karst atau Turm karts, dimana terlihat bukit-bukit terjal yan g berjauhan, yang mencuat dari dataran yang lapang.
3.      Kegel karst telrihat pada daerah Pegunungan Menoreh, sekitar  Gombong dan juga daerah karst  Malang Selatan, sedang Tower karst di daerah  Citatah  dan Sulawesi   Selatan.
C.    HIDROLOGI
Umumnya daerah karst  adalah daerah yang kirits air, karena air permukaannya dengan mudah meresap melalui celah-celah  (diaklas/join), dijadikan   sumber mata air bagi penduduk di sekitarnya.
D.    ARKEOLOGI  DAN PALEONTROPOLOGI
Karena di dalam gua sering dijumpai sisa-sisa manusia purba  dan kebudayaannya,  sehingga dapat  dijadikan bahan penelitian sejarah manusia.
E.     SPELEOTOURISME
Merupakan disiplin ilmu baru, yaitu untuk memasyarakatkan  kegiatan penelusuran gua secara rasional,  agar bentukan alam di bawah  tanah ini dipahami, dinikmati, dihargai dan disadari betapa pentingnya   untuk dikelola dengan baik serta dikonservasi.
IV.       GUA BATU GAMPING
Gua adalah lubang alam yang kosong. Bentuknya bisa sederhana, bisa bercabang-cabang. Dapat menjulur secara vertical maupun horizontal dan dapat memiliki satu tingkat atau lebih, baik ada atau tidak ada sungai di dalamnya (Thombury, 1954, page 335). Zumberge (1963, page 137) menyatakan bahwa gua adalah lubang yang terbuka di bawah permukaan tanah. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat (Von Engeln 1953, page 580) yang menyatakan gua adalah lubang yang terjadi di bawah tanah.
Gua batu gamping didefinisikan sebagai “Lintasan suatu sungai di bawah tanah yang masih mengaliri secara aktif atau pernah mengalir”. Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa celah yang berdiameter beberapa centimeter saja, sudah dapat dikatakan sebagai gua. Proses yang menyebabkan kalsit terlatur itu keluar dari air ialah proses yang sama sekali berbeda, yaitu keluarnya gas O2 dari air yang menetes. Reaksi kimia yang tadi diuraikan untuk menjelaskan cara bagaimana gas CO­2 itu terlatur dalam air dan ikur melarutkan kalsit, kini disambung dengan reaksi berikut, kalau gas karbon dioksida itu meninggalkan air:
Larutan kalisum bikarbonat :
Ca2+ + 2HCO3-1 ________ CO2 + CaCO3 + H2O
                                              (gas)    (kalsit)
Sekarang harus terlebih dahulu dipahami beds dan joint. Beds adalah celah-celah horizontal yang terdapat dalam batu gamping. Joint adalah celah-celah tegak lurus dalam batu gamping.
Gua terbentuk di dalam batu gamping bukanlah akibat terlarut karena air, namun karena reaksi kimia antara asam lemah dan kaisit. Asam yang melarutkan batu gamping ialah asam karbonat H2CO3 yang terjadi kalau karbon dioksida (CO2) berasal dari pembusukan bahan oganik yang bercampur dengan tanah. Karbondioksida dengan sumber air bekerja sama untuk melarutkan batu gamping menurut reaksi berikut:
      CO2 (karbon dioksida) + H2O (air) ________ H2CO3 (karbon dioksida)
                                       H2CO3 + CaCO3 __________ Ca2+ + 2HCO3-1
Kini para ahli berpendirian bahwa gua-gua dibentuk oleh air yang sangat perlahan-lahan pada zone di bawah permukaan watertable, yaitu lapisan di bawah gamping jenuh air.
Melalui celah-celah (beds dan joint) terutama kalau diameternya minimal 5mm dimana sudah timbul turbulensi air, air dapat mengaliri, melarutkan kalsit dan memperbesar celah-celah itu hingga akhirnya membentuk lorong-lorong gua. Baru wtertable turun dan lorong-lorong gua diisi udara, maka bisa terbentuk struktur-struktur gua (speleothem) seperti flowstone, stalaktit, stalakmit, helakit, pilar dll. Jadi dapat disimpulkan bahwa:
1.      Tidak ada satu gua pun yang terbentuk secara sederhana melalui satu proses yang uniform. Setiap gua hampir selalu terdiri dari komponen-komponen yang berbeda cara pembentukannya.
2.      Gua semula dibentuk oleh mekanisme pelarutan batu gamping oleh asam karbonat di bawah permukaan air tanah. Proses ini dikenal dengan sebagai proses erosi kimiawi dan juga disebut proses korosi. Timbullah lorong-lorong preatik yang penuh air.
3.      Proses berikut adalah turunnya permukaan air tanah dan masukkan air permukaan serta lorong preatik yang mulai dikosongkan. Air permukaan bercampur pasir, lumpur dan kerikil melebarkan celah-celah dan lorong preatik secara mekanis. Dinamakan proses korasi.
4.      Kombinasi proses korosi dan korasi kemudian melanjutkan proses terbentuknya gua yang dimungkinkan karena permukaan air tanah makin lama makin menurun, sehingga pada suatu saat bekas lorong-lorong preatik itu kering. Rinamakan lorong fosil apabila diatapnya mulai terlihat pembentukan stalaktit dan didasar atau lantai gua mulai terbentuk stalakmit.
V.          MACAM DAN PROSES TERBENTUKNYA SPELEOTHEM
Setiap orang tahu bahwa cara membuat garam adalah menguapkan air yang di dalamnya terlarut garam (misalnya air laut). Namun pada proses pembentukan speleothem pelarutan dari kalsit tidak disusul dengan penguapan dari air, karena kelembaban air dalam gua amat tinggi dan air tidak akan dapat menguap.
Stalaktit, terbentuk oleh tetesan air dari atap gua yang berjalan secara berkesinambungan, yang menyebabkan bentuknya lebih ramping dan runcing.
Stalakmit, terbentuk oleh tetesan air dari atap gua ke lantai gua. Bentuknya sering lebih besar dari stalaktit karena tetesan air memercik ke segala penjuru. Berbeda dengan stalaktit, stalakmit tidak mempunyai bagian tengah yang berlubang. Ujungnya juga tidak runcing seperti stalaktit dan berbentuk bulat.
Pilar/collum, terbentuk karena pertemuan stalaktit dan stalakmit.
Guorgam/rimestone, terbentuk sewaktu air kali membentuk pusaran, membnetuk dam. Bentuk guordam menyerupai sawah-sawah yang bertumpuk berisi air.
VI.       TEKNIK-TEKNIK PENELUSURAN GUA
Dilihat dari bentuknya, gua dapat dibedakan menjadi gua horizontal dan gua vertical/pothole/luweng/sumuran. Sebelum membicarakan teknik-teknik penelurusan gua, sebaiknya kita mengetahui perlengkapan apa saja yang dibutuhkan dalam setiap penelusuran. Perlengkapan dibedakan atas perlengkapan pribadi dan perlengkapan tim. Perlengkapan team dan pribadi dapat dibedakan lagi untuk penelusuran gua vertical dan horizontal.
Di bawah ini adalah perlengkapan standart dan akan bertambah atau berkurang disesuaikan dengan derajat kesulitan gua.
Jenis Gua
Perlengkapan pribadi
Perlengkapan Team
Horizontal
-      helm + lampu
(karbit dan elektrik)
-      sarung tangan
-      sepatu
-      korek api
-      tanda-tanda
-      lilin
-      P3K
-      tali
Vertikal
-      sit harness
-      chest harness
-      jumar/jammer
-      auto stop/non auto
-      chest croll
-      foot loope
-      carabiner oval
-      carabiner delta
-      helm + lampu
(karbit + elektrik)
-      coverall
-      carabiner screwgate
-      korek api
-      hanger
-      driver
-      pullery
-      static rope/super static
-      tangga baja
-      hammer
-      P3K
-      Carabiner screwgate
-      Carabiner
non screwgate
-      sling
-      tali prusik
-      lilin
VII.    BAHAYA-BAHAYA PENELUSURAN GUA
Bahaya penelususan gua dibagi dalam dua faktor, yaitu bahaya bagi penelusurnya dan bagi gua itu sendiri. Tetapi pada bagian ini akan dibahas hanya pada penelusur guanya.
Beberapa kemungkinan yang dihadapi penelusur gua:
1.      Terpeleset/jatuh
Karena keadaan gua yang gelap gulita, sehingga terjadi kesulitan memprediksikan gua. Untuk itu penelusur gua harus hati-hati dan waspada terhadap apa yang dilihat dan jangan sekali-kali melompat di dalam gua.
2.      Tenggelam
Seringkali dijumpai sungai di dalam gua, untuk keadaan seperti ini penelusur gua diwajibkan membawa pelampung.
3.      Tersesat
Bila memasuki gua yang panjang dan banyak cabangnya, harus berhati-hati dan dilakukan perlahan-lahan sambil mengingat-ingat bentuk lorong dilalui. Apabila menemukan cabang yang cukup banyak, lorong, yang kita lalui harus diberi tanda, untuk mencegah bahaya tersesat.
4.      Kedinginan
Untuk gua-gua yang berair, dimana seorang penelusur gua selama beberapa jam harus berendam di dalam air, hal ini biasanya disertai rasa lapar. Keadaan ini bila terus dibiarkan akan dapat menyebabkan kedinginan akibat berkurangnya kalori dalam tubuh. Untuk mencegah bahaya ini penelusur gua hendaknya membawa bekal yang cukup.
5.      Keruntuhan atap/diding gua
Cara mengurangi resiko bahaya ini, penelusur gua wajib dan mutlak memakai helm.
6.      Keracunan gas
Keracunan gas umumnya disebabkan oleh karbon dioksida (CO2) dengan gejala-gejala:
-          sesak nafas
-          gerakan nafas menjadi cepat didalam
-          jantung berdebar-debar
-          mata seakan berkunang-kunang, walaupun dalam keadaan istirahat
Apabila gejala-gejala di atas dibiarkan dan penelusuran terus dilanjutkan, akan berkembang gejala-gejala:
-          pening
-          mual
-          hilang orientasi (tidak tahu dirinya, teman, keadaan sekeliling)
-          pingsan dan seterusnya….mati
7.      Gigitan ular berbisa
Untuk gua horizontal kemungkinan terdapatnya ular hanya pada mulut gua. Dan pada gua vertikal apabila terdapat ular, kemungkinan hanyalah ular yang terperosok ke dalam gua. Sehingga perlu sekali membawa obat (serum) anti bisa ular dan penyuntiknya.
8.      Bahaya teknis
Biasanya pada tidak bekerja /macetnya peralatan atau yang lebih fatal adalah rusaknya peralatan. Untuk itu bagi penelusur gua sebelum melakukan penelusuran hendaknya selalu mengecek keadaan serta kelaikan peralatan yang akan digunakan.
VIII. DERAJAT KESULITAN GUA
Penting sekali untuk diperhatikan karena akan bisa melihat kemampuan yang kita miliki. Apabila ternyata kemampuan tidak memungkinkan untuk melakukan penelusuran gua dengan derajat kesulitan yang dimiliki gua tersebut, maka haram bagi kita untuk melakukannya. Klasifikasi derajat kesulitan gua:
1.      Mudah, lorong horizontal, plaffon tinggi, lorong tunggal.
2.      Sedang, lorong horizontal, bercabang, ada bagian-bagian agak sempir, plafon agak rendah dan dialiri air tenang yang dapat diarungi tanpa berenang.
3.      Sulit, lorong horizontal dan vertikal tidak lebih dari 20 meter, bercabang, ada bagian-bagian sempit, plafon rendah, air tenang dan untuk mengarungi perlu berenang.
4.      Sangat sulit, lorong-lorong vertikal lebih dari 20 meter, harus berenang melawan arus yang agak kuat dan melewati jeram kurang lebih 5 meter tingginya
5.      Luar biasa, harus melewati arus deras dan jeram yang tingginya lebih dari 5 meter
6.      Bahaya, ada lorong-lorong penuh racun dan sifon-sifon yang harus dilewati dengan teknis selam gua (cave diving)
7.      Klasifikasi di atas dapat kita peroleh dari laporan-laporan dan informasi kelompok lain yang telah memetakan gua yang akan kita masuki
IX.       PENCEGAHAN KECELAKAAN
Pada dasarnya keamanan penelusur gua sangat tergantung dari sikap dan tindak tanduk penelusur gua itu sendiri. Tindakan prevontit, ketrampilan dan ketahanan fisik merupakan beberapa syarat yang mutlak diperhatikan. Untuk memudahkan mengingat tindakan pengamanan disusun dalam ringkasan seperti di bawah ini.
K – E – A – M – A – N – A – N, antara lain:
K   =    Kemana orang pergi memasuki gua, beritahulah kepada orang tua, seseorang yang kita kenal, kapan pergi, dimana dan kapan pulang.
E    =    Empat orang adalah jumlah minimal yang dianggap aman untuk menelusuri gua.
A   =    Alat-alat yang dibawa harus memadai dan setiap pemakainya harus memahami betuk teknis dan cara pemakaiannya.
M   =    Membawa tiga sumber cahaya lengkap (karbit, elektrik, dan korek api+lilin) dengan cadangan peralatan merupakan kewajiban mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
A   =    Ajak selalu orang yang berpengalaman dalam teknik penelusuran gua dan mengenal baik lingkungannya serta berwibawa.
N   =    Nafas sesak dan tersengal-sengal merupakan pertanda bahwa ruangan tersebut penuh gas CO2, karenanya harus segera ditinggalkan.
A   =    Akal sehat, keterampilan, persiapan yang matang, perhitungan yang tepat serta pengalaman, menjadi pegangan penelusuran gua. Bukan adu nasib atau kenekatan.
N   =    Naluri keselamatan yang ada pada diri setiap penelusur gua harus dikembangkan dan diperhatikan, karena hal ini sering merupakan faktor pengaman yang paling ampuh dan mujarab.
X.          KODE ETIK, MORAL DAN MOTTO
1.      Setiap penelusur gua sadar bahwa gua merupakan lingkungan yang sangat sensitive dan mudah tercemar.
2.      Setiap penelusur gua sadar bahwa setiap bentukan alam dalam gua dibentuk dalam kurun waktu ribuan tahun. Setiap usaha merusak gua, mengambil sesuatu atau memindahkan sesuatu di dalam gua tanpa tujuan yang jelas dan ilmiah yang selektif akan mendatangkan kerugian yang tidak dapat ditebus.
3.      Konservasi gua dan lingkungannya adalah kewajiban para penelusurnya.
4.      a. Meminta ijin sebelum masuk gua
b. Meninggalkan identitas pada penduduk sebelum masuk gua.
5.      Dalam suatu publikasi, jangan menjelek-jelekkan nama sesama penelusur,  walaupun si penelusur itu mungkin berbuat hal-hal yang negatif. Kritik terhadap sesama penelusur akan memberikan gambaran negatif terhadap semua penelusur.
6.      Setiap penelusur gua sadar bahwa tidak perlu memaksakan dirinya untuk melakukan tindakan-tindakan diluar batas kemampuan fisik, mental dan tekniknya.
7.      Respek terhadap sesama penelusur, dengan cara:
a.       Tidak menggunakan peralatan yang ditinggalkan oleh kelompok lain tanpa ijin mereka.
b.      Tidak bertindak yang dapat membahayakan penelusur lain.
c.       Tidak menghasut penduduk sekitar gua untuk melarang/menghalang-halangi rombongan lain untuk masuk gua.
Kode etik dan modal penelusur gua di atas, wajib dilaksanakan oleh setiap penelusur gua. Untuk mempermudah, mengingat dan melaksanakan dalam lapangan disarikan lagi dalam motto penelusur gua, yaitu:
Setiap penelusur gua:
TIDAK BOLEH MENGAMBIL SESUATU, KECUALI FOTOTIDAK BOLEH MENINGGALKAN SESUATU, KECUALI JEJAK
TIDAK BOLEH MEMBUNUH SESUATU, KECUALI WAKTU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar